Kita pada hakikatnya akan selalu menghadapi masalah dalam menjalani kehidupan. Mulai dari kehidupan sehari-hari bersama keluarga, sesama teman, maupun masyarakat sekitar. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari kita tidak selamanya dalam kondisi bahagia. Terkadang kita mengalami peristiwa yang membuat kita sedih dan bahkan tidak ada kemampuan untuk melampauinya. Semuanya itu datang silih berganti seperti sudah ada keteraturan. Dalam periode ini Husnuzan kepada Allah SWT dan KetetapanNya menjadi penguat hati.
Kita sering mengalami perubahan hidup, baik pada diri maupun lingkungan sekitar, karena perubahan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan kita. Setiap terjadi perubahan, kita dituntut untuk mengambil keputusan yang tepat. Namun, terkadang keputusan yang diambil tidak sesuai harapan, dan berujung pada sikap putus asa yang akan menjerumuskan ke jalan yang tidak benar. Terkadang kita juga mengalami peristiwa di luar dugaan sehingga kita harus pasrah dan menyerah pada kenyataan.
Husnuzan (berbaik sangka) adalah langkah yang tepat dalam menghadapi setiap persoalan kehidupan yang kita alami, karena husnudzon mendorong kita menjadi lebih yakin bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini atas kehendak Allah Swt dan manusia telah dianugerahi kemampuan untuk memilih dan berikhtiar. Denan husnudzon kita tetap kuat dan optimis menjalani kehidupan.
Untuk menumbuhkan sifat husnuzan itu kita harus memiliki aqidah yang benar dan keyakinan yang kuat bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Mengatur (al Mudabbir) dan Maha Adil. Dengan sifat itu kita percaya bahwa apa yang sudah diatur oleh Allah adalah yang terbaik bagi hamba-Nya. Kita juga harus meyakini bahwa kita hanya bisa berikhtiar untuk melakukan apa yang menurut kita baik walaupun kebaikan yang sesungguhnya kita tidak pernah mengetahuinya dengan pasti. Di sisi lain Allah Maha Tahu apa yang terbaik, sehingga di saat harapan kita tidak sesuai dengan kenyataan yang dikehendaki Allah maka kita bisa menerimanya dengan lebih tenang bahkan berlapang dada.
Terkadang Allah tidak langsung memuluskan jalan kita dan kita harus mengalami jatuh bangun berkali-kali. Semua itu sebenarnya untuk melatih kita menjadi lebih kokoh dan kuat dalam menghadapi masalah-masalah yang lebih besar di kemudian hari dan agar kita kita mampu menjaga anugerah yang akan Allah berikan. Ibarat bangunan, jika memang berencana membuat bangunan yang besar dan tinggi maka pondasinya harus lebih dalam dan menancap ke dalam bumi. Seseorang yang diberi ujian yang berat dan dihadapkan pada situasi yang sangat sulit, maka tandanya ia akan diberi anugerah besar yang tidak semua orang sanggup menjalankannya.
Selain aqidah yang benar kita harus belajar menata hati. Orang yang diberi karunia mampu menata hati, berbaik sangka kepada Allah menjadi lebih mudah. Menata hati dapat dimulai dengan latihan berfikir positif dengan melihat sisi baik dalam setiap sesuatu dan peristiwa yang terjadi. Dengan cara ini kita tidak akan sibuk menggerutu dan menyesali setiap hal yang tejadi, melainkan menikmati setiap proses yang dilewati dengan memanfaatkan setiap potensi. Kemampuan menata hati juga harus ditumbuhkan dengan banyak berdo’a. Kita telah diajarkan oleh Rasulullah SAW untuk selalu memohon ketetapan dan kekuatan hati.
“Yaa Muqallibal quluub, tsabbit qalbii ‘alaa diinik, wa yaa Musharrifal quluub, sharrif qalbii ‘alaa thoo’atik”
Wahai Dzat yang membolak balikkan hati, tetapkan hatiku atas agamamu. Wahai Dzat yang mengarahkan hati, arahkan hatiku untuk taat kepadaMu.
Yakinlah bahwa Allah telah memilihkan yang terbaik untuk kita. Semoga kita selalu bahagia, Amiin.
——————————————–
Ustadz Nasiruddin Al Bajuri, S. Th.I, M.Ag
Dewan Pengawas Syariah Laznas LMI