Manfaat Wakaf Oleh:
Raditya Sukmana
Profesor Ekonomi Islam
Departemen Ekonomi Syariah, Universitas Airlangga
Anggota Dewan Pengawas Laznas LMI
Saya pernah menulis sebuah cerita di jurnal. Bayangkan ada seorang pelari bernama Ahmad, telah berlari ratusan kilometer, tiba-tiba menemukan gelas di atas meja. Gelas pertama yang dia minum, dalam skala 0-10 berapakah kepuasan dia? Maksimal yaitu 10.
Setelah minum gelas pertama, berapakah kepuasan dia minum gelas kedua? Tentunya tidak akan sama dengan gelas pertama, tentunya di bawah gelas kedua, katakanlah 8. Apa yang terjadi ketika dia minum gelas yang ketiga? apakah sama dengan gelas kedua? tentu saja tidak. Dia akan mendapat kepuasan di bawah 8, katakanlah 5.
Kalau dia minum gelas ke empat, akankah sama dengan 5? Tidak. Ini nilainya akan terus turun. Suatu ketika dia akan minum gelas tertentu, marginal utility akan 0. Artinya, minum atau tidak minum sama saja.
Apa yang terjadi kalau dia menambah gelas yang dia minum? Nilainya akan negatif. Ilmu ekonomi konvensional itu tidak mengatakan apapun
tentang itu.
Mari kita lihat apa yang ada dalam salah satu surat dalam Alquran. QS Al-A’raf ayat ke-31, “Makan dan minumlah kamu dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.”
Apa maknanya kalau dalam konteks Ahmad dan gelas tadi?
“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.”
(Surat Al-Baqarah ayat 261).
Artinya di sini adalah berikan gelas keempat kepada orang yang mempunyai kondisi Ahmad pada saat sebelum minum gelas pertama, saat kehausan. Contohnya berikan kepada Umar. Berikan 10 (marginal
utility), karena Umar kehausan. Apa yang harus dilakukan Umar pada gelas ketiga? Berikan pada yang lain pada kondisi yang sama.
Berikan pada Ustman. Ustman kondisinya sama, sedang kehausan. Gelas pertama untuk Ustman, bagaimana dengan gelas kedua? Berikan pada orang dalam kondisi yang sama. Berikan pada Ali. Ali pada kondisi kehausan, maka nilainya 10 (marginal utility).
Kalau ini terjadi, Ahmad akan minum satu, dan ketiga temannya akan minum satu (masing-masing). Kalau saya rangkumkan akan menjadi tabel. Pada sebelah kiri hanya satu orang yang minum. Pada sebelah kanan, ada 4
orang yang minum, Ahmad, Umar, Utsman, dan Ali. Sebelah kiri nilainya 25, karena gelas pertama 10+8+5+2. Bagimana dengan sebelah
kiri? karena ada 4 orang, semuanya 10, jadi 40. Kalau seperti ini, manakah yang lebih baik?
Jumlah gelasnya sama, namun jumlah orangnya berbeda. Itulah kepuasan. Maka dalam hal ini, 40 akan lebih baik. Sedangkan yang sebelah kiri ini adalah kapitalis ekonomis karena hanya untuk Ahmad. Lalu yang sebelah
kanan adalah apa? Ya, Islam.
Inti dari ini adalah bagaimana kita bisa bersedekah pada orang lain. Sedekah ada banyak, saya hanya menjelaskan dua saja, zakat dan wakaf. Zakat hukumnya wajib, wakaf hukumnya sunnah. Penerimanya, kalau zakat ada 8 golongan asnaf. Penerima wakaf, bebas, siapa saja boleh.

Zakat sifatnya konsumtif. fakir miskin dalam 8 asnaf, itu harus kita berikan
langsung berupa makanan minuman yang saat itu dia butuhkan. Kalau wakaf, nilainya pokoknya harus tetap, menghasilkan income, selanjutnya, income inilah diberikan pada banyak orang, mauquf ‘alaih.
Sekarang kita sehat, masih bisa beribadah, shalat, dan puasa. Ketika kita meninggal, kita tidak bisa beribadah. Lalu yakinkah kita, ketika di padang mahsyar, pahala kita lebih besar daripada dosa kita, sehingga dengan ridha
Allah kita bisa masuk surga.
Oleh karena itu kita cari cara, ketika kita meninggal, tidak bisa berbuat apapun, tetapi pahala itu tetep terus ada. Kita lihat ada tiga perkara, yaitu: anak soleh, ilmu yang bermanfaat, dan sedekah jariyah. Sedekah jariyah ini, salah satunya adalah wakaf.
Wakaf ini pasif pahala. Kalau pasif income, kita dapat uang tanpa kita bekerja. Kalau pasif pahala, setelah kita memberikan ilmu, sedekah jariyah, lalu kita diam saja, kita dapat pahala. Setiap saya mengajar, saya selalu bilang saya iri pada satu jenis pekerjaan, yaitu guru. Kita bisa membaca, menulis, berhitung, itu ada pahala yang mengalir pada guru kita.
Kita tahu, kebutuhan pokok cenderung naik turun. Di sini kita bisa bekerja sama melalui metode wakaf. Jika setiap pesantren ada tanah wakaf yang kosong, digunakan untuk peternakan sapi, jadi lokasi tidak usah beli. Selanjutnya mengajak perusahaan CSR, pakan, dan anak sapi dari CSR. Ini perusahaan memang punya kebutuhan mengolah daging sapi, seperti perusahaan sosis, kornet, dan bakso sapi.
Kerjasama dengan universitas peternakan untuk menjamin kesehatan ternak. Dengan kondisi ini, keuntungan akan banyak. Perusahaan di sini yang membutuhkan raw material daging sapi, sehingga mereka bisa
mendapatkan harga bahan baku yang murah.
Pada masyarakat umum, pasokan daging stabil, harga terjangkau, nutrisi terpenuhi. Santri-santri, penerus dakwah masa depan harus kita berikan nutrisi yang baik. Pesantren sekarang itu, makannya asal masuk.
Dengan ini, dagingnya bisa banyak, nasinya secukupnya.
Dosen dapat menjalankan tri darma perguruan dengan penelitian,
pengabdian masyarakat, dan sebagainya. Mahasiswa dapat menjadikan itu project. Jika hal itu terjadi, yang pada awalnya harga daging
naik, maka kita tidak perlu khawatir, karena harga akan stabil.
Wakaf sekarang digunakan untuk kuburan, sekolah yang biasa-biasa saja. Wakaf kontemporer sekarang, wakaf merambah ke Islamic bank. Wakaf menjadi zero cost of fund. Wakaf menjadi saham untuk menyelamatkan
perusahaan bumn dari pembelian saham asing.
Setiap perusahaan menjual saham, kita beli, sehingga tidak memberikan kesempatan untuk investor luar membeli saham tersebut. Kita bisa memiliki kedaulatan, karena semua saham sudah kita miliki.
Takaful wakaf uang pertanggungan sesuai perjanjian kalau saya
(muwakif) meninggal, maka wakaf uang pertanggungan untuk anak saya (ahli waris), misal 1 milyar, 40%nya untuk wakaf, jadi 400 juta wakaf.
Wakaf itu luas, bukan sekadar kelembagaan religious yang hanya mengurus ritual saja. Lebih dari itu, wakaf adalah sarana ibadah yang jika dioptimalkan menjadi suatu kelembagaan sosio-ekonomi.
Disarikan dari pidato pengukuhan Prof.
Dr. Raditya Sukmana, SE, MA, sebagai Guru
Besar Bidang Ilmu Ekonomi Islam Universitas
Airlangga Surabaya pada tanggal 22 Juni 2019
Salurkan Wakaf Uang melalui link berikut ini: