Bulan Rabi’ul awal ini adalah momentum bagi kita untuk memperingati hari kelahiran Rasulullah SAW. Banyak masyarakat muslim yang mengadakan kegiatan untuk mengingat kembali sejarah perjuangan dan dakwah Rasulullah SAW. Kegiatan seperti ini tentu sangat baik sebagai evaluasi terhadap diri kita masing-masing, setidaknya untuk menjawab dua pertanyaan penting; sebesar apa cinta kita kepada Rasulullah dan sejauh mana kita sudah mengikuti sunnah-sunnahnya. Peringatan maulid bukan semata-mata sebagai acara seremonial tahunan yang hanya menampilkan kemeriahan saja, tapi harus bisa mewarnai sikap dan prilaku kita agar lebih dekat dengan apa yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

 

Kita diperintahkan untuk mencintai Rasulullah melebihi cinta kita kepada orang tua, anak, suami, istri, kerabat, teman dan lain sebagainya. (Sahih Bukhari: 15). Artinya, jika kita harus memilih antara Rasulullah dan orangtua – misalnya – maka kita harus memilih Rasulullah. Di saat perintah orangtua bertentangan dengan perintah Rasulullah maka yang harus dilakukan adalah perintah Rasulullah. Peringatan maulid diyakini sebagai bukti kecintaan seseorang kepada Rasulullah, namun sebenarnya ini saja tidaklah cukup. Pembuktian terbesar kecintaan kita kepada Rasulullah adalah mengikuti sunnahnya.

Melalui momentum maulid ini kita evaluasi kembali diri kita, sudahkah kita menjadikan Rasulullah sebagai contoh? Dan apa saja yang telah kita contoh dari Rasulullah SAW. Rasulullah adalah sosok mulia yang menjadi penutan dalam segala dimensi kehidupan. Namun, setidaknya terdapat dua aspek penting yang harus selalu menjadi perhatian kita, yaitu ibadah dan akhlaq Rasulullah.

Rasulullah itu tidak punya dosa, tapi coba perhatikan ibadahnya. Dalam hadis riwayat Aisyah disebutkan bahwa Rasulullah ketika shalat malam kakinya selalu bengkak karena begitu lamanya beliau berdiri dan banyaknya rakaat yang beliau kerjakan. (Sahih Bukhari: 4837). Bagaimana dengan kita yang justru rutin berbuat maksiat sementara ibadah hanya sekedarnya saja. Tentu kondisi ini bertolak belakang dengan pengakuan kita bahwa kita sudah mencintai Rasulullah.

 

Rasulullah adalah pribadi yang berakhlaq mulia. Disebutkan dalam hadis riwayat Aisyah bahwa akhlak Rasululah adalah al-Qur’an itu sendiri. (Musnad Ahmad: 24601). Bahkan Allah sendiri telah memuji Rasulullah sebagai pemilik akhlak yang agung. (al-Qalam: 4). Bagaimana dengan akhlak kita yang masih sering berbicara kasar kepada orangtua, membentak suami/istri, menghardik anak yatim, menghina fakir miskin, menceritakan aib tetangga, memusuhi saudara sendiri dan sederet prilaku-prilaku buruk lainnya. Fakta ini justru menjadi bukti bahwa kita ini memang belum mencintai Rasulullah.

Namun kita tetap harus berusaha mencintai Rasulullah, karena kita kelak akan dikumpulkan dengan orang yang kita cintai. (Sahih Bukhari: 6169). Semoga kita dapat mengikuti sunnah Rasulullah, agar di akhirat bisa bersama beliau, Amin.

Semoga kita dibimbing oleh Allah agar tetap berada di jalan sunnah. Amin.
—————————————
Ustadz  Nasiruddin Al Bajuri,  S. Th.I, M.Ag
Dewan Pengawas Syariah Laznas LMI

Yuk, #MulaiDari1Kebaikan dengan share informasi bermanfaat ini!


Rek. Infak LAZNAS LMI
BSI: 708 2604 191
a.n Lembaga Manajemen Infaq

via Website:  https://www.zakato.co.id/payment/?pid=1425

Konfirmasi: 0823 3770 6554


LAZ Nasional LMI Jakarta
Jalan Desa Putera No.5 RT 1 RW 17, Kel. Srengseng Sawah, Kec. Jagakarsa, Jakarta Selatan
www.zakato.co.id | Hotline: 0823 3770 6554
SK Kementrian Agama Republik Indonesia No. 672 Tahun 2021
SK Nazhir Wakaf Uang BWI No. 3.3 00231 Tahun 2019

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *