Kehadiran ragam dan jenis uang yang bermunculan saat ini tidak bisa menggeser posisi emas dan perak. Bahkan kedua logam mulia ini dianggap sebagai ashlu al-maal (harta atau uang yang asli). Al-Naysaburi (w. 319 H) berpendapat bahwa emas dan perak disukai masyarakat karenanya kedua dijadikan sebagai standar harga (alat tukar) bagi semua benda. Memiliki emas dan perak berarti memiliki semua jenis harta.

Dalam bahasa Arab, emas diartikan dengan kata ‘dzahab’. Kata dzahaba secara tekstual memiliki arti pergi. Disebut dzahab karena fungsi utama emas adalah bergerak, beredar, berputar untuk belanja dan transaksi dan tidak boleh diam tertimbun. Adapun perak berasal dari kata fiddlah yang berarti sesuatu yang berpencar, beredar dengan dibelanjakan, cepat berputar dan tidak diam. Emas dan perak memiliki peran yang sama, yaitu alat transaksi (mengedarkan kekayaan). Allah -ta`alamenciptakan emas dan perak dengan peran utama sebagai uang sehingga Rasulullah -shallallahu `alaihi wa sallam- mengakui penggunaan emas dan perak dalam praktik dagang masyarakat Arab dengan Romawi dan Persia.

Demi terwujudnya peran utama emas dan perak, yaitu beredar dan berputar, Al-Qur`an memerintahkan pemilik emas dan perak untuk membelanjakan harta (infaq). Kata infaq oleh Yusuf Qardhawi dimaknai dengan belanja yang mencakup belanja konsumsi, donasi, dan investasi. Adapun Ibnu Umar RA memaknai perintah infaq pada Al-Taubah 34 dengan zakat sebagai pengeluaran minimal dalam memutar harta (emas dan perak).

Harta tabungan dapat disebut timbunan bila telah mencapai nishab tetapi tidak dibayarkan zakatnya.

Surat Al-Taubah 34 menyebutkan: “Orangorang yang menyimpan emas dan perak serta tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berilah kabar gembira (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih”. Ayat ini dipertegas dalam hadits riwayat Imam Muslim, “Siapa yang memiliki emas dan perak, tetapi enggan menunaikan zakatnya, maka di hari kiamat akan disiapkan baginya setrika api yang dipanaskan di dalam neraka, lalu disetrikakan ke perut, dahi dan punggungnya. Bila telah dingin, setrika itu dipanaskan kemudian disetrikakan lagi. Hal itu dilakukan setiap hari (sehari setara lima puluh tahun di dunia) hingga perkaranya diputuskan. Setelah itu, barulah ia melihat jalan keluar, menuju surga atau menuju neraka”.

Dari Jabir RA, Rasulullah SAW bersabda: “Tak ada zakat pada perak yang kurang dari 5 auqiyah (600 gr)” (HR. Muslim). Makna hadits ini, apabila perak telah mencapai 5 auqiyah (nishab 600 gr), maka wajib dibayarkan zakatnya. Dalil-dalil ini dikuatkan oleh ijma` ulama, sebagaimana dikatakan oleh Abu Ubaid bin Salam, Ibnu Hazm, Ibnu Qudama, dan Imam Nawawi -rahimahumullah.

Pemilik emas dan perak wajib menunaikan zakat apabila memenuhi syarat berikut, yaitu:

1. Kepemilikan sempurna, yaitu emas dan perak berada di tangan pemilik dan bisa dimanfaatkan sewaktu-waktu.

2. Telah mencapai haul (1 tahun). Bahwa zakat merupakan kewajiban tahunan, dibayarkan tiap tahun apabila waktu haulnya tiba serta memenuhi syarat nishab.

3. Mencapai nishab, yaitu batas minimal jumlah emas dan perak. Nishab emas sebesar 20 mitsqal (setara 85 gram). Nishab perak sebesar 5 auqiyah atau sekitar 600 gram.

Dengan demikian, apabila seorang muslim memiliki simpanan emas mencapai 85 gram, atau memiliki perak yang mencapai 600 gram, maka tiap putaran haul tiba wajib baginya membayarkan zakatnya sebesar 2,5%. Syekh Ali al-Qaradhaghi menyebutkan bahwa yang menjadi standar nishab adalah emas 24 karat sebesar 85 gram. Adapun di bawah 24 karat maka dihitung dengan berpatokan pada harga yang berlaku atas emas 24 karat 85 gram.

Adapun emas dan perak yang dihitung sebagai objek zakat adalah sebagai berikut:

1. Emas mentah dan koin emas, demikian pula dengan perak.

2. Uang emas (dinar), uang perak (dirham). Di masa dulu, uang emas dan perak merupakan objek zakat.

3. Perabot dan perkakas rumah tangga yang terbuat dari emas. Pada dasarnya, Islam melarang penggunaan emas untuk keperluan perabot rumah tangga, seperti piring, panci, sendok, pisau, lemari, dan sebagainya.

4. Emas dan perak yang diperjualbelikan (barang dagangan).

5. Emas yang dibeli dengan niat sebagai simpanan (tabungan), bila mencapai nishab ditunaikan zakatnya agar tidak berubah status menjadi kanz (timbunan yang diancam azab oleh Al-Taubah 34- 35).

catatan: Pada perhiasan yang biasa dikenakan oleh perempuan, baik emas maupun non emas, para ulama berbeda pendapat tentang statusnya sebagai objek zakat. Nantikan pembahasan lengkapnya di Zakato edisi bulan Agustus, ya!

Salurkan Zakat Infak Sedekah dan Wakaf Anda melalui Lembaga Amil Zakat Nasional LMI! 

Rekening:
💳 BSI: 708 2604 191
a.n Lembaga Manajemen Infaq

Konfirmasi: 0823 3770 6554


LAZ Nasional LMI Jakarta – Banten – Jawa Barat
Jalan Gelatik I Blok V2/2 Rengas, Ciputat Timur, Tangerang Selatan
www.zakato.co.id | Hotline: 0823 3770 6554
SK Kementrian Agama Republik Indonesia No. 672 Tahun 2021
SK Nazhir Wakaf Uang BWI No. 3.3 00231 Tahun 2019

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *