Beberapa jenis harta seperti emas, perak, logam mulia, uang, komoditas dagang, apabila telah memasuki jangka waktu setahun kepemilikan diwajibkan atasnya zakat. “Tidak ada zakat pada harta hingga mencapai haul” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah), demikian sabda Rasulullah SAW. Konsekuensi syarat haul ini meniscayakan setiap muslim pemilik harta yang telah mencapai nishab dan telah memasuki putaran haul (setahun) untuk membayar zakat. Acuan putaran setahun ini berdasar kalender Hijriyah dan masing-masing individu memiliki kebebasan menentukan awal haulnya. Apabila seorang muzakki (wajib zakat) menetapkan Ramadhan sebagai awal haul bagi hartanya, maka di saat memasuki Ramadhan berikutnya ia wajib membayar zakat. Bila bulan Muharram dijadikan sebagai patokan haul, maka kewajiban zakat ditunaikan pada Muharram berikutnya. Terkhusus bagi muslim yang menggunakan kalender Masehi sebagai patokan haul, semisal Desember sebagai awal haul, maka di saat memasuki bulan Desember tahun berikutnya ia wajib menunaikan zakat sebesar 2,577% (pertimbangan selisih hari Hijriyah dan Masehi).

Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat wajibnya segera membayar zakat apabila harta mencapai nishab dan telah memasuki akhir haul (akhir tahun zakatnya). Bagi pihak-pihak yang dengan sengaja menunda membayar zakat apalagi hingga bertahun-tahun, maka ia berdosa dan wajib bertaubat serta segera membayarkannya. Kecuali apabila penundaan itu disebabkan oleh udzur yang dibenarkan. Kebolehan ini didasarkan pada qiyas dibolehkannya menunda pembayaran hutang kepada sesama, demikian juga dengan menunda zakat yang merupakan hak Allah. Di antara udzur syar`i yang menjadi sebab dibolehkannya menunda pembayaran zakat adalah: (a) Pemilik aset likuid (uang, investasi yang mudah diuangkan) mengalami kesulitan mengaksesnya dengan segera; (b) absennya mustahik yang semestinya menerima zakat yang telah dikhususkan baginya; (c) adanya kebijakan dari lembaga otoritatif (pemerintah) berupa penundaan pembayaran zakat, seperti kebijakan Umar bin Khatthab menunda pungutan zakat di saat paceklik untuk meringankan para muzakki.

Seandainya pemilik harta menghendaki ta`jilu al-zakat (membayar zakat sebelum waktu wajibnya tiba), Imam Malik tidak membolehkannya. Menurut Imam Dar al-Hijrah itu, Haul merupakan waktu yang ditetapkan oleh syara` sebagai penentu kewajiban zakat, dengan demikian tidak boleh membayar zakat sebelum waktunya. Berbeda dengan Imam Malik, Jumhur Ulama berpendapat boleh menunaikan zakat sebelum haul. Pendapat ini menggunakan praktik Al-Abbas RA sebagai dasar kebolehan ta`jil. Bahwa Al-Abbas, paman Rasulullah, membayar zakat hartanya untuk dua tahun zakat (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Turmudzi). Tetapi kebolehan ta`jil al-zakat ini dengan syarat dan ketentuan: (a) harta yang menjadi objek zakat telah mencapai nishab, dengan demikian tidak boleh ta`jilu al-zakat apabila harta belum mencapai nishab; (b) boleh ta`jilu al-zakat untuk kewajiban setahun mendatang dan tidak boleh lebih dari setahun. Pendapat jumhur ulama yang membolehkan ta`jilu al-zakat dipandang lebih mashlahah bagi muzakki dan mustahik.

Zakat yang tertunda dan belum dibayarkan merupakan hutang (kepada Allah) yang melekat hingga ditunaikan. Bagi muslim yang lupa membayar zakat hingga melewati beberapa tahun, ia tidak dosa dikarenakan lupanya, tetapi ia tetap diwajibkan melunasi tanggungan zakatnya. Cara menghitung zakat yang terlewat mengikuti jenis harta yang menjadi objek zakat. Bila zakat yang belum terbayar adalah zakat perdagangan, maka mengikuti tata cara penghitungan zakat perdagangan, dan bila yang terlewat adalah zakat emas maka mengikuti prosedur pembayaran zakat emas dan sebagainya.

Terkadang perjalanan waktu haul harta zakat berhadapan dengan faktor tertentu yang menyebabkan terputusnya kewajiban zakat. Faktor-faktor ini akan dibahas lebih lanjut dalam majalah Zakato edisi bulan Januari.

Oleh:
Ustaz Dr. Ahmad Jalaluddin, Lc., MA
Dosen Ekonomi Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang


#MulaiDari1Kebaikan share info bermanfaat ini!

Tunaikan Zakat Infaq Sedekah dan Wakaf melalui Lembaga Amil Zakat Nasional LMI,
transfer bank:
BSI: 708 2604 191
a.n Lembaga Manajemen Infaq

atau klik https://www.zakato.co.id/payment/?pid=1425

Konfirmasi: 0823 3770 6554


LAZ Nasional LMI Jakarta 
Jalan Desa Putera No.5 RT 1 RW 17, Kel. Srengseng Sawah, Kec. Jagakarsa, Jakarta Selatan
www.zakato.co.id | Hotline: 0823 3770 6554
SK Kementrian Agama Republik Indonesia No. 672 Tahun 2021
SK Nazhir Wakaf Uang BWI No. 3.3 00231 Tahun 2019

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *