Melanjutkan pembahasan “Zakat Hewan Ternak” yang lalu, hewan ternak sendiridapat diklasifikasikan menjadi kategori berikut:
Baca dulu ini:
https://www.zakato.co.id/zakat-hewan-ternak/
- Hewan ternak (kambing, sapi, unta) yang dipiara dengan niat untuk diperdagangkan tetapi ada biaya pemeliharaan dan pakan, maka tidak diberlakukan zakat hewan ternak melainkan berlaku zakat perdagangan. Kecuali, peternak di daerah-daerah yang memiliki padang rumput terbuka sehingga memenuhi kriteria saa-imah.
- Hewan ternak yang digembalakan di padang rumput untuk keperluan konsumsi (susu atau daging) bagi pemiliknya, maka berlaku zakat hewan ternak dengan ketentuan nishab dan besaran sebagaimana disebutkan pada edisi majalah bulan sebelumnya.
- Hewan ternak yang dipiara dengan tidak diniatkan untuk perdagangan
meski dijual oleh pemiliknya juga tidak dibebani zakat perdagangan karena bukan untuk mencari laba, tetapi untuk keperluan keluarga misal biaya sekolah, keperluan lebaran, dan sebagainya. - Hewan ternak yang dipekerjakan untuk kepentingan pemiliknya, maka tidak dibebani zakat hewan ternak. Tetapi apabila hewanhewan itu disewakan, maka dikenakan ketentuan zakat hasil sewa.

Namun, dewasa ini berkembang peternakan-peternakan dengan modal besar. Terhadap jenis peternakan ini terdapat perbedaan pendapat tentang
perlakuan zakatnya:
Pendapat pertama: Tidak ada zakat atas jenis peternakan ini sebab tidak memenuhi kriteria saa-imah.
Pendapat kedua: Tetap dikenakan zakat hewan ternak karena tidak ada beda antara sifat saa-imah (digembalakan di ruang terbuka) dengan ma’lufah (diternak dengan biaya).
Penyebutan kata saa-imah dalam hadits sebatas menjelaskan realitas yang berkembang di Arab saat itu. Tetapi pada dasarnya tidak ada perbedaan antara hewan yang merumput sendiri dengan hewan yang diternakkan dengan biaya.
Pendapat ketiga: Diberlakukan ketentuan zakat perdagangan dengan nishab setara dengan emas dan besaran zakat 2,5% (hijriyah) atau 2,576% (masehi).
Misal, modal di awal haul (1 Muharram 1445) 100 ekor kambing, maka di akhir haul (30 Dzulhijjah 1445) dihitung sebagai berikut:
Modal berupa 100 ekor kambing dikurangi hewan yang mati, ditambah hasil, dikurangi biaya-biaya: apabila mencapai nishab (setara dengan 85 gramemas), maka dikenai zakat 2,5%.
Pendapat keempat: Zakat dibayarkan dari keuntungan saja apabila (keuntungannya) mencapai nishab dan dibayarkan pada akhir haul sebesar 2,5%.
Pendapat kelima: Menyamakan zakat ternak dengan zakat pertanian, bahwa zakat dibayarkan atas hasil di saat memanennya. Apabila diketahui biaya-biaya, maka zakat dibayarkan dari keuntungan bersih sebesar 10%. Apabila sulit mengetahui biaya-biaya, maka zakat dibayarkan sebesar 5% dari keuntungan brutonya.
ZAKAT HEWAN TERNAK LAINNYA
Tak hanya 3 hewan ternak di atas, saat ini semakin banyak pula usaha-usaha peternakan unggas seperti ayam potong (daging), ayam petelur, angsa, bebek dan sebagainya.
Kebutuhan masyarakat dan permintaan pasar terhadap produk-produk
ini menjadikan usaha di bidang unggas semakin berkembang. Pada era kenabian tidak mengenal jenis budidaya seperti ini.
Bagi penganut madzhab ijmali bahwa peternakan unggas tidak diwajibkan zakat, sebab jenis peternakan ini tidak disebutkan oleh nash (dalil) sebagai objek zakat. Akan tetapi para peternak ini apabila memiliki uang dari hasil budidayanya dan mencapai nishab maka dibebani zakat uang dan bukan zakat perdagangan.
Sebagian ulama kontemporer menganggap peternakan unggas sangat potensial bagi pengembangan harta. Investasi di bidang peternakan unggas juga berkembang. Dalam praktiknya, peternakan unggas memerlukan biaya yang tidak sedikit. Usaha sektor ini dianggap bagian dari maal (harta) sehingga menjadi bagian dari objek zakat.
Peternakan unggas berbeda dengan peternakan sapi, kambing atau unta sehingga perlakuan zakat atasnya tidak mengikuti ketentuan zakat hewan ternak. Terhadap peternakan unggas diberlakukan ketentuan zakat perdagangan yang dihitung dari keuntungan bersih. Apabila keuntungan bersih dari usaha unggas ini mencapai nishab, berlaku haul, maka dikenai zakat 2,5% (hijriyah) atau 2,576% (masehi).
Pola penghitungan ragam zakat hewan ternak di atas bisa menjadi pola bagi pengembangan zakat di sektor peternakan lainnya. Bahwa perbedaan pendapat tentang ada atau tidaknya zakat, atau cara penghitungan zakat menjadi pilihan bagi para peternak yang ingin menghitung zakat usaha ternaknya. Zakat membersihkan harta peternak dan melindungi usaha mereka serta menjaga keberkahan hartanya.
Wallahu a’lam bisshawab.
Ustaz Dr. Ahmad Jalaluddin, Lc., MA
Dosen Ekonomi Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
—
Tunaikan Zakat Infaq Sedekah dan Wakaf melalui Lembaga Amil Zakat Nasional LMI, transfer bank:
BSI: 708 2604 191
a.n Lembaga Manajemen Infaq
atau klik https://www.zakato.co.id/payment/?pid=1425
Konfirmasi: 0823 3770 6554
—
LAZ Nasional LMI Jakarta
Jalan Desa Putera No.5 RT 1 RW 17, Kel. Srengseng Sawah, Kec. Jagakarsa, Jakarta Selatan
www.zakato.co.id | Hotline: 0823 3770 6554
SK Kementrian Agama Republik Indonesia No. 672 Tahun 2021
SK Nazhir Wakaf Uang BWI No. 3.3 00231 Tahun 2019