Pada pembahasan rubrik zakat edisi Bulan Juli, telah dijelaskan dengan rinci mengenai hukum dan aturan zakat emas dan perak apabila dalam rupa logam mulia murni. Lalu, bagaimana dengan perhiasan-perhiasan yang bahan dasarnya bisa jadi juga berasal dari emas, perak, batu-batuan, atau logam mulia lainnya?
1. Perhiasan Emas
Adapun emas perhiasan yang biasa dikenakan oleh perempuan, para ulama berbeda pendapat tentang statusnya sebagai objek zakat. Pendapat pertama, perhiasan emas termasuk objek zakat. Pendapat ini didasarkan pada QS. At-Taubah ayat 34 yang menyebutkan kata emas, baik perhiasan maupun bukan perhiasan. Keduanya termasuk objek zakat. Dalam atsar yang diriwayatkan dari Aisyah RA beliau berkata, “Boleh mengenakan perhiasan apabila dibayarkan zakatnya.” Alasan lain, bahwa emas dan perak diciptakan sebagai uang (alat bayar) dan alat transaksi sehingga secara natural disiapkan untuk tumbuh dan berkembang sehingga tanpa niat diperdagangkan pun tetap menjadi objek zakat, berbeda dengan barang dagangan lainnya yang membutuhkan niat dagang untuk menjadi objek zakat.
Pendapat kedua, perhiasan yang dimiliki dengan tujuan untuk dipakai tidak diwajibkan zakat. Pendapat ini juga menggunakan QS. AtTaubah ayat 34 sebagai dasar, hanya saja kata emas dan perak pada ayat itu diartikan sebagai uang/nilai tukar bergerak. Sehingga perhiasan yang dipakai di badan tidak termasuk kategori ditimbun. Dalil lain adalah hadits yang diriwayatkan oleh Zainab istri Abdullah bahwa Rasulullah bersabda, “Wahai para wanita, bersedekahlah meskipun dengan perhiasan kalian.” Hadits ini dianggap sebagai dasar bahwa tak ada zakat pada perhiasan emas, sebab sekiranya zakat atas perhiasan emas itu wajib, tentu Nabi tidak menjadikannya sebagai objek perintah sedekah sunnah.
Abu Said al-Khudri meriwayatkan hadits Nabi, “Uang perak yang kurang dari 5 auqiyah tak ada zakatnya.” Hadits ini menyebut kata wariq (uang perak) dan tidak menyebutkan jenis perak lainnya, dengan demikian perhiasan tidak termasuk objek zakat. Dalil lain, segala sesuatu yang diniatkan untuk digunakan demi keperluan pribadi, maka tidak ada zakatnya.
Dari perbedaan pendapat ini, Syekh Ali Al-Qaradhaghi memilih pendapat bahwa pada dasarnya perhiasan emas tidak dikenakan zakat, sebab biasanya perhiasan dimiliki untuk digunakan. Tetapi apabila terjadi kondisikondisi di bawah ini, maka perhiasan emas terbebani oleh kewajiban zakat, yaitu:
1. Perhiasan emas lebih sering disimpan daripada dipakai. Apabila lebih sering digunakan maka tidak termasuk sebagai objek zakat, tapi bila dalam setahun lebih dominan disimpan, maka dikenakan zakat bila mencapai nishab.
2. Bila melebihi batas kewajaran secara adat dan kebiasaan. Bila perhiasan emas digunakan tetapi kadar yang dikenakan melebihi kewajaran, maka termasuk yang dihitung zakat.
3. Bila saat membelinya diniati untuk simpanan, tabungan, atau dijual di masa mendatang, maka perhiasan tersebut terbebani zakat.
2. Zakat Logam (Batu) Mulia dan Perhiasan Non Emas
Perhiasan tidak hanya berbentuk emas dan perak. Beberapa jenis batu mulia atau logam mulia seperti mutiara, berlian, safir, zamrud, dan sebagainya juga digunakan sebagai perhiasan. Terhadap ragam batu mulia selain emas dan perak ini para ulama berpendapat bahwa bila digunakan sebagai perhiasan, maka tidak termasuk dalam kategori objek zakat. Akan tetapi, apabila jenis-jenis batu mulia atau logam mulia ini dimiliki dengan cara dan dengan tujuan-tujuan berikut, maka ia menjadi objek zakat. Yaitu:
1. Dimiliki untuk diperjual-belikan (dagangan)
2. Dimiliki untuk disimpan, tidak digunakan sebagai perhiasan yang dipakai setiap hari.
3. Dimiliki dengan tujuan untuk menimbun kekayaan
4. Dimiliki dengan niatan menghindari zakat, sebab kalau dirupakan uang, emas atau perak akan dikenakan zakat, maka dibelikan batu-logam mulia untuk menghindari zakat. Praktik seperti ini justru dibebani zakat agar harta tidak terkonsentrasi di tangan orang kaya.
Batu mulia atau logam yang memenuhi salah satu atau beberapa kriteria di atas, apabila telah mencapai nishab (setara dengan 85 gram emas) dan berlalu satu tahun (haul), maka diwajibkan membayarkan zakatnya sebesar 2,5%.
Kesimpulannya, emas dan perak adalah media transaksi yang berfungsi sebagaimana uang yang diharapkan beredar dan bergerak guna menggerakkan ekonomi masyarakat. Emas, perak, atau logam mulia lainnya bukan media untuk menumpuk dan menimbun kekayaan karena itu kewajiban zakat tetap berlaku guna memastikan fungsi dan peran utamanya, yaitu bergerak dan beredar. Wallahu a’lam bisshawab.
Oleh:
Ustaz Dr. Ahmad Jalaluddin, Lc., MA
(Dosen Ekonomi Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang)
—
Salurkan Zakat Infak Sedekah dan Wakaf Anda melalui Lembaga Amil Zakat Nasional LMI!
Rekening:
? BSI: 708 2604 191
a.n Lembaga Manajemen Infaq
Konfirmasi: 0823 3770 6554
—
LAZ Nasional LMI Jakarta – Banten – Jawa Barat
Jalan Gelatik I Blok V2/2 Rengas, Ciputat Timur, Tangerang Selatan
www.zakato.co.id | Hotline: 0823 3770 6554
SK Kementrian Agama Republik Indonesia No. 672 Tahun 2021
SK Nazhir Wakaf Uang BWI No. 3.3 00231 Tahun 2019