Sektor pertanian menjadi salah satu penopang utama kegiatan ekonomi. Beberapa negara bahkan bergantung pada pertanian sebagai pendapatan nasionalnya. Pertanian mengalami diversifikasi dan perkembangan sains teknologi yang cukup pesat sehingga berdampak pada perubahan metode produksi, penyimpanan, dan pemasaran. Hal ini berdampak pula pada beberapa jenis hasil pertanian yang di masa lalu tidak dikategorikan sebagai objek zakat sebab berusia pendek, tetapi dengan kemajuan teknologi penyimpanan, kini komoditas itu lebih panjang usianya.
Keberadaan zakat hasil pertanian didasarkan pada beberapa dalil berikut: Allah -ta`ala- berfirman, “Wahai orang-orang beriman! Infakkanlah sebagian hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu” (QS. AlBaqarah: 267) Kalimat ‘apa yang Kami keluarkan dari bumi’, menurut Imam Al-Qurthubi, merujuk kepada tanaman (nabaat), tambang (ma`adin), dan purbakala (rikaz).
Ayat lain yang dijadikan acuan adalah Surat Al-An’am ayat 141:
“Dialah yang menjadikan tanaman-tanaman yang merambat dan yang tidak merambat, pohon kurma, tanaman yang beraneka ragam rasanya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak serupa (rasanya). Makanlah buahnya apabila ia berbuah dan berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya, tapi janganlah berlebihlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan”.
Objek Zakat Pertanian
Dalam sebuah hadits menyebutkan bahwa Rasulullah mengutus Abu Musa alAsy’ari dan Mu’adz bin Jabal dan berpesan kepada keduanya agar tidak mengambil zakat pertanian kecuali dari empat jenis komoditi, yaitu gandum kasar, gandum halus, kurma dan anggur kering (kismis) (HR. Hakim dan al-Baihaqi). Selain empat komoditas di atas, ulama berbeda pendapat, apakah tergolong objek zakat atau tidak.
Sebagian ulama berpandangan adanya zakat di luar empat jenis komoditas itu sebab dijumpai dalil-dalil lain yang menyebutkan objek zakat selain empat jenis yang disebutkan dalam hadits diatas. Para ulama yang melakukan qiyas (analogi) untuk menentukan objek zakat pertanian berbeda dalam penentuan illat (sebab/alasan) sehingga ditemukan perbedaan pada turunan komoditas pertanian yang menjadi objek zakat.
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa zakat diwajibkan atas apa saja yang merupakan hasil bumi, termasuk segala tanaman untuk mendayagunakan lahan seperti biji-bijian (hubub), buah-buahan (tsimar/fawakih), dan sayur-mayur (khadlrawat). Imam yang dikenal rasional ini menggunakan dalil-dalil umum yang menyebutkan kewajiban zakat atas apa saja yang merupakan hasil bumi (akhrajnaa lakum min al-ardl). Dalil yang menyebutkan empat jenis bukan menjelaskan hukum umum, melainkan menyebutkan realitas khusus di Yaman bahwa empat jenis itulah yang menjadi makanan pokok mereka.
Imam Malik dan Imam Syafi`i berpendapat bahwa zakat pertanian dibebankan pada jenis tanaman yang tergolong kebutuhan pokok (quut) dan dapat disimpan (yuddakhar) untuk jangka panjang.
Imam Ahmad berpendapat bahwa hasil pertanian yang dikenakan zakat adalah jenis yang dapat ditakar (yukaal) dan disimpan (yuddakhar). Terhadap perbedaan pendapat ini pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 52/2014 menyebutkan objek zakat yang lebih umum dengan kategori zakat pertanian, perkebunan, dan kehutanan.
Nishab Zakat Pertanian
Nishab zakat pertanian mengacu pada hadits Nabi SAW yang menyebutkan: “Tidak wajib bayar zakat (pertanian) pada komoditi yang kurang dari lima ausuq” (HR. Muslim)
Lima ausuq jika dikonversi ke dalam timbangan (kg) dijumpai ragam perbedaan. Ada yang menghitung bahwa 5 ausuq setara dengan 720 kg atau setara 652,8 kg. Dijumpai pula yang menyebutkan rincian 5 ausuq sebagai nishab spesifik berdasar jenis hasil tanaman, sebagaimana disebutkan dalam Fathul Qadir fi ‘Ajaib al-Maqadir: nishab beras putih = 815,758 kg, nishab kacang hijau = 780,036 kg, nishab tacang tunggak = 756,697 kg, nishab padi = 1631,516 kg = 1,631 ton gabah kering, nishab padi kretek = 1323,132 kg = 1,323 ton gabah kering.
Kementerian Agama melalui PMA di atas menentukan standar nishab untuk semua jenis komoditas pertanian, perkebunan, dan kehutanan yaitu senilai 653 kg gabah. Lalu, berapakah kadar zakat pertanian yang sesuai dengan tata aturan hukum islam? Pembahasan lebih lanjut akan kami paparkan di edisi selanjutnya, ya!
Oleh:
Ustaz Dr. Ahmad Jalaluddin, Lc., MA
Dosen Ekonomi Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
————————
Tunaikan Zakat Infaq Sedekah dan Wakaf di Lembaga Amil Zakat Nasional LMI, transfer bank:
💳 BSI: 708 2604 191
a.n Lembaga Manajemen Infaq
Atau klik: https://www.zakato.co.id/payment/?pid=1425
Konfirmasi: 0823 3770 6554
—
LAZ Nasional LMI Jakarta – Banten – Jawa Barat
Jalan Gelatik I Blok V2/2 Rengas, Ciputat Timur, Tangerang Selatan
www.zakato.co.id | Hotline: 0823 3770 6554
SK Kementrian Agama Republik Indonesia No. 672 Tahun 2021
SK Nazhir Wakaf Uang BWI No. 3.3 00231 Tahun 2019